Sejak handphone memiliki koneksi untuk internet, saya rasa.
Dulu, berkumpul bersama keluarga adalah hal yang paling menyenangkan. Berbagi cerita, tertawa bersama.. Dulu, berkumpul bersama teman-teman adalah hal favorit untuk menghabiskan waktu luang. Bercurah hati, bertanya solusi.
Tak ada pembatas ketika suatu komunitas berkumpul. Kecanggungan memang ada, tapi diakibatkan oleh sumber yang berbeda. Ketika kekakuan terjadi karena tak ada topik pembicaraan, itu hal lumrah yang biasa terjadi.
Saya pikir, media sosial menjadi biang kerok kecanggungan sekarang. Topik pembicaraan yang seharusnya dibicarakan ketika berkumpul, menjadi terbatas. Orang-orang saling berbagi topik melalui media sosial. Orang-orang saling mencari updatean kawan dunia mayanya. Sehingga begitu berkumpul dengan kawan dunia maya yang juga kawan dunia nyata, mayoritas terpaku pada media sosial.
Media sosial memang bisa dijadikan sarana untuk berekspresi dan mengeksiskan diri. Syukur-syukur ada yang menanggapi ekspresi itu. Kalau tidak, ya komunikasi satu arah yang terjadi. Saya pun terkadang jengkel sendiri ketika kongkow bersama teman-teman yang menyibukkan diri bercengkerama dengan media sosialnya.
Seakan-akan, dunia maya menjadi dunia lain. Yang mana seharusnya media sosial menjadi konsumsi publik bukan konsumsi pribadi. Ya walaupun sebagian orang menafsirkan konsumsi pribadinya layak untuk dipublikkan sementara sebagian orang yang lain menganggap hal itu annoying.
Ketika media sosial menjadi pembatas dalam komunikasi nyata, dalam komunikasi dua arah. Sapaan pada dunia nyata sekedar bentuk keramahan. Berkumpul bersama keluarga dan teman hanya bukti keharmonisan dan solidaritas.
Entah apa yang mereka harapkan pada media sosial. Kesalahpahaman persepsi? Sumbu konflik? Penghargaan? Ah sudahlah. Kesadaran terhadap pendapat masih saya miliki. Jangan bilang kalau saya tidak pernah mengingatkan. Gunakanlah media sosial untuk hal yang baik dan tidak mengasingkan dunia nyata.
Dulu, berkumpul bersama keluarga adalah hal yang paling menyenangkan. Berbagi cerita, tertawa bersama.. Dulu, berkumpul bersama teman-teman adalah hal favorit untuk menghabiskan waktu luang. Bercurah hati, bertanya solusi.
Tak ada pembatas ketika suatu komunitas berkumpul. Kecanggungan memang ada, tapi diakibatkan oleh sumber yang berbeda. Ketika kekakuan terjadi karena tak ada topik pembicaraan, itu hal lumrah yang biasa terjadi.
Saya pikir, media sosial menjadi biang kerok kecanggungan sekarang. Topik pembicaraan yang seharusnya dibicarakan ketika berkumpul, menjadi terbatas. Orang-orang saling berbagi topik melalui media sosial. Orang-orang saling mencari updatean kawan dunia mayanya. Sehingga begitu berkumpul dengan kawan dunia maya yang juga kawan dunia nyata, mayoritas terpaku pada media sosial.
Media sosial memang bisa dijadikan sarana untuk berekspresi dan mengeksiskan diri. Syukur-syukur ada yang menanggapi ekspresi itu. Kalau tidak, ya komunikasi satu arah yang terjadi. Saya pun terkadang jengkel sendiri ketika kongkow bersama teman-teman yang menyibukkan diri bercengkerama dengan media sosialnya.
Seakan-akan, dunia maya menjadi dunia lain. Yang mana seharusnya media sosial menjadi konsumsi publik bukan konsumsi pribadi. Ya walaupun sebagian orang menafsirkan konsumsi pribadinya layak untuk dipublikkan sementara sebagian orang yang lain menganggap hal itu annoying.
Ketika media sosial menjadi pembatas dalam komunikasi nyata, dalam komunikasi dua arah. Sapaan pada dunia nyata sekedar bentuk keramahan. Berkumpul bersama keluarga dan teman hanya bukti keharmonisan dan solidaritas.
Entah apa yang mereka harapkan pada media sosial. Kesalahpahaman persepsi? Sumbu konflik? Penghargaan? Ah sudahlah. Kesadaran terhadap pendapat masih saya miliki. Jangan bilang kalau saya tidak pernah mengingatkan. Gunakanlah media sosial untuk hal yang baik dan tidak mengasingkan dunia nyata.
Comments